Powered By Blogger

Our lifes

Our lifes
SEHAT ITU MAHAL

Sabtu, 15 Februari 2020


BPJS defisit, Apa solusinya? 




Dosen : Endah Tri wahyuni, S.ST.,M.Kes

Oleh : Nur Mada Hayati


Pembahasan BPJS memang tidak ada habisnya. Defisit yang semakin tinggi juga tidak tahu kapan selesai tercicilnya. Masalah krusial ini memang harus menjadi perhatian, per Juli 2017, jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai 179 juta orang. Dengan jumlah peserta tersebut, target untuk bisa mencapai jumlah peserta program kesehatan itu sebanyak  seluruh masyarakat Indonesia pada 2020 nanti sangat mungkin untuk diwujudkan. Sayangnya, sampai saat ini pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terkesan hanya sebagai pemenuhan syarat yang ditentukan oleh UUD 1945 dan belum sepenuhnya memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan layak kepada seluruh masyarakat Indonesia. Meski secara jumlah, peserta BPJS Kesehatan sudah melonjak signifikan.

Berdasarkan data audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan diproyeksi mencapai Rp28 triliun atau membengkak dari tahun lalu Rp9,1 triliun.

Kondisi kekurangan pendanaan ini dikarenakan manfaat lebih besar dibanding pembiayaan.
Beberapa faktor penyebabnya, antara lain, pertumbuhan peserta belum dibarengi dengan peningkatan kolektibilitas iuran, khususnya peserta mandiri, dan besarnya klaim rasio menunjukkan adanya defisit dalam program JKN. Kenaikan iuran untuk setiap kategorial itu pun dipastikan berlaku Januari 2020 kemaren. Untuk kenaikan itu, pemerintah menetapkan jumlah wajib yang harus dibayar masyarakat setiap kategorinya.

Untuk pemegang kepesertaan kelas I, dikenakan iuran per bulan Rp160.000 dari sebelumnya Rp80.000. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Hal lain yang menjadikan BPJS semakin berat karena beberapa pasien merasa kesulitan dalam mengklaim kartu BPJS serta pelayanan yang signifikan dibandingkan pelayanan pada pasien swasta.

Bila melihat hasil survei mengenai tingkat kepuasan para peserta BPJS, 81% peserta puas dengan pelayanan fasilitas-fasilitas kesehatan rekanan BPJS. Namun, meskipun tingkat kepuasan diatas 50% BPJS tetap mendapatkan tantangan-tantangan yang berasal dari para pemangku kepentingan.

Dari sektor penyedia jasa kesehatan, masih banyak ditemukan keluhan mengenai sistem pembayaran yang diberlakukan BPJS yang dianggap membuat  rumah sakit, terutama yang dimiliki swasta, sulit untuk bertahan. Puncak dari keluhan ini adalah sempat terputusnya kerjasama lima rumah sakit swasta di Mataram dengan BPJS pada akhir tahun 2016, dikarenakan adanya kebijakan mengenai tarif pelayanan kesehatan yang dianggap memberatkan rumah sakit. Karena menurut aturan iuran seharusnya naik setiap dua tahun sekali. Tapi sejak 2016, hal ini tidak dilakukan. Alhasil, defisit kian bengkak dan mulai mengganggu pelayanan di rumah sakit dan apotek.

Selain itu fenomena gunung es mengenai ketidakpuasan pada BPJS juga membuat dilema masyarakat. Besarnya tunggakan yang menjadi 2x lipat harus ditangani setiap bulan selain kebutuhan keluarga yang turut membengkak, jika tidak masyarakat hanya dapat pasrah atas konsekuensinya.

Setidaknya ada dua hal besar sebagai upaya penanganan, yakni perbaikan sistemik dan penyesuaian besaran iuran. Hal penting yang harus dilakukan, iuran tetap ditetapkan, pemerintah menutup kekurangan. Dari total 221 juta peserta JKN-KIS, hampir separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.

Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,
Karena itu, menurutnya program JKN bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.

Tanpa adanya upaya pencegahan penyakit dan edukasi promosi kesehatan, jumlah peserta JKN yang sakit akan bertambah banyak dan membebani program JKN. Hal itu akan berdampak pada meningkatnya jumlah iuran dari tahun ke tahun dikarenakan kasus penyakit di masyarakat yang meningkat dan penggunaan fasilitas JKN yang juga akan melonjak.

Selain itu apabila peserta BPJS merasa beban iuran terlalu berat, ia juga bisa pindah ke kelas lainnya yang lebih ringan. Tentunya ia akan mulai membayar di bulan terakhir dia membayar di kelas sebelumnya.

Bagi yang ingin mengubah kelas rawat, BPJS Kesehatan menyediakan lima kanal layanan.

Pertama, Aplikasi Mobile JKN. Peserta membuka Aplikasi Mobile JKN dan klik menu ubah data peserta lalu masukkan data perubahan. Kedua, BPJS Kesehatan Care Center 1500 400. Peserta menghubungi Care Center dan menyampaikan perubahan data peserta dimaksud.
Ketiga, Mobile Customer Service (MCS). Peserta mengunjungi Mobile Customer Service (MCS) pada hari dan jam yang telah ditentukan. Setelah itu, mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dan menunggu antrean untuk mendapatkan pelayanan. Keempat, Mal Pelayanan Publik. Peserta mengunjungi Mall Pelayanan Publik, mengisi FDIP dan menunggu antrian untuk mendapatkan pelayanan. Terakhir, peserta bisa ke Kantor Cabang dan Kantor Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan terdekat. Peserta mengunjungi kantor, mengisi FDIP, mengambil nomor antrean pelayanan loket perubahan data dan menunggu antrean.

Daftar Pustaka :

  • https://www.suarapemredkalbar.com/berita/ponticity/2019/10/30/kenaikan-bpjs-memberatkan-dilema-rakyat-jelata
  • https://www.google.com/search?q=dilema+menjadi+anggota+bpjs&oq=dilema+menjadi+anggota+bpjs&aqs=chrome..69i57.12143j1j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
  • https://nasional.okezone.com/read/2019/09/07/337/2101868/dilema-kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-warga-saya-pasrah-dipenjarapun-siap
  • https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190828072919-78-425268/dilema-bpjs-kesehatan-antara-defisit-dan-uluran-tangan-asing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Resume Konsep Dasar Pelayanan Kebidanan Komunitas  ================= Kebidanan komunitas merupakan gabungan dari beberapa istilah, ya...