Iman dan Imun di Pusaran Corona
Sumber gambar : Google
Bukan main senangnya corona ini,
dalam beberapa bulan saja namanya sudah manggung di seluruh negara. Dengan booming-nya
si ‘dia’, persoalan ekonomi dan aktivitas
manusia nyaris macet. Memiskinkan mental dan menguras keuangan.
Bagaimana tidak? Semenjak bulan
Januari situasi berubah kacau. Terlebih kebijakan yang tidak selaras dengan
situasi membuat kondisi di lapangan semakin pelik. Disebabkan virus ini, situasi
darurat diberlakukan. Perintah pelaksanaan lockdown, social distancing, WFH dan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diturunkan di seluruh wilayah.
Aktivitas jual beli dibatasi dan institusi pendidikan diliburkan. Mirisnya, disaat
semua orang berjuang untuk menstabilkan situasi, beberapa oknum justru memanfaatkan
hal ini sebagai ajang peluang untuk melakukan kejahatan.
Meskipun begitu, syukurnya kepedulian
masyarakat tidak serta merta tumpul. Cara
pandang masyarakat menjadi berubah. Mereka diharuskan lebih percaya diri dan berkontribusi
atas apa yang sedang terjadi pada lingkungannya. Seperti dengan cara mendukung
satu sama lain dengan pengadaan program penggalangan dana, santunan kebutuhan
pokok, dan semisalnya.
Virus corona yang sekarang menjadi
polemik ini sungguh istimewa. Walaupun wujudnya mikroskopis, namun kehadirannya
menggemparkan dunia. Tangan-tangan kecilnya yang tak terlihat tidak hanya
mengguncang sektor perekonomian dan kesehatan masyarakat, tetapi juga sedikit
berhasil mengembalikan kelestarian bumi manusia. Polusi yang menipis, dan perusakan
alam menjadi semakin berkurang. Serta masyarakat jadi lebih peduli terhadap
kesehatan individu dan lingkungannya. Dalam menghadapi krisis pada semua lini
kehidupan saat ini, lambat laun mereka akan bangkit dan menemukan harapan.
Masyarakat secara sadar akan berbondong satu persatu membangkitkan rasa
kemanusiaan dan kepedulian menjadi sebuah bangunan yang membentuk kekuatan.
Sebagai makhluk yang berakal tentu
saja kita harus percaya bahwa wabah corona ini pasti akan berakhir. Manusia
hanya memiliki dua opsi untuk bertahan hidup. Bahagia atau nelangsa. Dan karena
itu ia harus pandai dalam mengendalikan pikirannya agar tidak mudah termakan
hoax maupun kecemasan yang dapat mengurangi imunitas tubuh.
Kondisi psikis yang penting ini
tidak bisa kita abaikan. Masyarakat dapat meng-ugradenya setiap hari
dengan meningkatkan keimanannya. Jangan sampai kita lupa dalam berusaha serta
lalai atas takdir-Nya. Karena, sebesar apa pun harapan, juga harus memiliki
ketegasan yang memisahkan antara kebajikan dan keburukan. Jika tidak ada, maka
ciptakan. Jika kehilangan, maka kembalikan. Dilansir dari wawancara Wapres RI,
Ma’ruf Amin di m.mediaindonesia.com, beliau menyatakan bahwa, dalam menghadapi
pusaran wabah ini meminta umat Islam di Tanah
Air agar menguatkan iman, meningkatkan imunitas diri, dan menjaga aman diri,
serta amin yakni proses berdoa (17/03/2020). Lebih lanjut, Wakil Presiden Indonesia ini juga menekankan empat
hal penting yang harus dilakukan umat Islam, yaitu ridha, ikhlas, sabar, dan
tidak gampang berputus asa.
Sadar sebagai manusia lemah yang
tidak dapat mengendalikan virus ini, seyogyanya kita tetap menggunakan akal
sehat untuk berpikir waras dan tidak serakah. Karena sejak dahulu manusia
selalu berjuang untuk mempertahankan kehidupan, maka sekarang pun kita harus tetap
hidup untuk melanjutkan perjuangan. Kita bisa menjadi siapa saja, bisa memberi
apa yang kita punya, serta melakukan apa yang kita inginkan sebagai bentuk
kiprah dalam menghadapi wabah corona ini.
Referensi :
·
Kriminalitas
(situasi chaos?) meningkat: https://katadata.co.id/berita/2020/04/22/kriminalitas-meningkat-selama-pandemi-corona-sebanyak-apa
· Rumus
Ma’ruf Amin Lawan Corona (Iman, Imun, Aman, Amin) : https://mediaindonesia.com/read/detail/304824-iman-imun-aman-dan-amin-dalam-berikhtiar-melawan-covid-19